19 Februari 2009

Empat Dara di Jababeka

Pagi masih menyisakan hawa dingin dan berkabut. Beberapa parkit liar saling beradu suara melawan dingin yang kian lama menembus isi perut. Hilir mudik angkot dan rengekan suara bising kendaraan kota mulai merayap beradu dengan kepulan asap dan sedikit debu yang buyar tertiup angin pagi. Pemandangan Depan Kampus UIN Ciputat pun mulai semrawut.
Pagi ini, Wardah, Fina, Ida dan Cita hendak berburu tempat PKL demi nilai atas studi S1 mereka. Anak-anak spesialisasi Gizi ini katanya kuliah di UIN Ciputat. Dan katanya juga Fakultas Kedukunan dan Ilmu Kesetanan (eh.. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan) Jurusan Kesehatan Masyarakat….

Wardah, nama aslinya Wardah Hamidah Di Atas Sajadah Bersimbah Darah. Konon namanya diambil karena Wardah lahir di atas sajadah, saat ibunya sedang shalat, wardah mo ikut shalat juga.. Ya jadi dikekeluarin lah ia di sana Katanya wanita satu ini udah punya pacar dan mau serius mo mampus.. eh… mau married.
Nah yang ini Fina, nama aslinya Finambah Vitamin dan Tenaga. Konon nama Fina diambil dari sebuah produk penambah tenaga yang sering muncul di TV. Nah.. pas waktu itu, ibunya sedang ngandung dia dua bulan. Karena pengen anaknya kuat dan gendut, akhirnya dinamain-lah dia seperti di atas. Fina jomblo tulen karena belum punya pacar atau emang gak ada yang mau jadi pacarnya.
Makhluk yang berikut ini Ida, nama aslinya Idalam Banget Tuh Sumur. Konon nama Ida diambil dari sebuah sumur tua bekas zaman penjajahan Belanda. Sumur itu katany tempat eksekusi para penjahat perang. Kasian amat ya si Ida. KAtanya si cewek ini juga udah punya pacar…. Pacar Cina atau pacar Arab, gitu.
Eit… ada satu lagi. Yang ini Cita, nama aslinya Citarum Ciputat Cileduk Tangerang. Konon namanya diambil dari salah satu sungai yang mengairi sawah di tangerang dan bermanfaat banget buat warga di sana. Konon juga Kata Cita diambil dari nama hewan peliharaannya Tarzan – Cheetah – hii…hii…

Matahari pagi mulai naik. Hawa sekitar pun sudah menimbulkan gerah dan keringat. Wardah, Ida, Fina dan Cita bergegas memeriksa perbekalan mereka untuk PKL dan menjadi anak kos di kota seberang. "Woi.. cepet dong, gerah nih!" usik wardah yang dari tadi ngiba-ngibasin ujing jilbanya ke jidad.
"Iya… Iya… tunggu ngapa? Kan bawaannya berat," balas Cita yang dari tadi sibuk nenteng-nenteng tas ransel yang segede gajah lagi hamil seratus tahun.
Patas 21 memunculkan diri dihadapan mereka. Keempat cewek centil itu segera menaiki barang-barang bawannya dan segera mencari tempat duduk yang enak. Sayang, sisa tempat duduk kosong tinggal 3, al hasil, si Fina yang badannya gede ngalah, untuk sementara berdiri ria sampai Blok M. "Ye.. Abang, katanya kosong?" sindir fina pada si kondektur bus. "Tadi sih kosong, eh.. pas eneng naik rasanya nih patas jadi kayak bajaj," canda kondektur yang gak mau kalah.

Jam menunjuk ke arah angka sembilan. Perjalan ke Blok M terasa perjalanan ke Timor Timur. Karena bau asap rokok dan berbagai aroma nano-nano membelai hidung seluruh penumpang yang berada dala patas 21. "Da, bagi tisu, dong," pinta cita pada Ida. Ida yang lagi tidur-tidur ayam jadi malu diliatin orang di sampingnya. "Duh, susah ngambilnya," bales Ida. Cita Cuma diem seribu bahasa menahan bau asap dan keringat….

Terminal Blok M masih semrawut. Sedang puncak-puncaknya aktivitas warga Jakarta dan pinggiran Ibu Kota berebut mencari gaji dan insentif. Asap kendaraan makin tebal dan terik mentari makin menjitak kepala. Tiba di terminal Blok M, keempat cewek centil itu langsung naik ke patas AC 121. Mereka hendak bertolak ke Cikarang menuju Jababeka Distrik… Disetrika Majikan atau Distrik apa gitu. Pokoknya tujuan mereka Cuma satu cari tempat PeWe di Patas AC 121. Ida, wardah dan Cita langsung loncat ke dalam Patas. Fina yang badannya agak-agak besar cuma nyibirin bibirnya entah ngomong apa. Sejurus kemudian keempat cewek centil itu dapet juga tempat yang PeWe. "akhirnya… dapet duduk juga gue," lontar Fina sambil membanting tubunya ke kursi patas. Untung tuh kursi gak patah karena beban yang di embannya berat juga.
"Da, bagi tisu, dong" tagih Cita ke Ida yang tadi gak jadi ngasih tisu karena alasan susah ngambilnya. "Nih…" lembaran tisu diulur tanpa liat yang di kasihnya. "Yah, kok sebelah…?’ melas Cita ke Ida. "Iye… tinggal satu, bagi dua ama gue," bales Ida yang juga kegerahan. "Nih… nih… jangan ribut," sebungkus tisu dari Fina mampir ke pangkuan Cita. Sedetik kemudian muka Cita ceria kembali walaupum dalam hatinya, dia merasa kehausan. Cuma takut, mau bilang haus nanti malah dibilang manja.

Patas AC 121 mulai penuh. Hawanya memang agak berbeda dari patas 21 yang sebelumnya gak pakai. AC. Ida mulai keriep-keriep matanya. Ternyata tidur ayam yang tadi diganggu Cita belum terlampiaskan. Makanya dia mau nyelesain semedinya di patas ini. Wardah yang duduk di samping Ida ikut ketularan penyakit ayam yang diderita Ida. Fina dan Cita masih asyik ngobrol-ngobrol ria sambil memasukkan cemilan ke dalam lumut – eh mulut- mereka. Maklum kedua orang ini emang hobi makan banyak kalo lagi di dalam kendaraan. Sampe-sampe meskipun nggak ada makanan di situ, pasti tisu dan bungkusnya jadi santapan mereka saking doyannnya sama makan kalo lagi di kendaraan…

Sekitar dua jam dalam Patas AC 121, akhirnya mereka tiba juga di kawasan industri Jababeka, Bekasi. Ida dan Wardah yang masih pules langsung dibangunin sama Fina dan Cita, "Woi… bangun… bangun. Udah sampe!" "Uuaaahhh….. cepet banget?" saut Ida dan Wardah Kompak. "Kalian sih, tidur. Jadi rasanya sebentar," gerutu Cita sambil mengambil tas ranselnya.
Keempat cewek centil ini segera turun. Mereka langsung dikerubuti tukang ojek bak artis turun dari pesawat dilempar dari ketinggian seribu meter. "ojek, Neng?" tawar si tukang ojek. "Jababeka, Neng?’ tawar ukang ojek lainnya. "Ojek ini pake paket plus, Neng. Bisa lewat sawah?" tawar tukang ojek yang lainnya lagi. "Tau Blok QQ, nggak, Bang" Wardah langsung memutus ocehan pahlawan roda dua itu. "Iya, tau, Neng," tangkap tukang ojek ang katanya ojek plus itu. Akhirnya mereka menyewa empat ojek yang katanya plus demi menemukan tempat kosan yang asyik.
Benar ternyata, ojek yang mereka tumpangi bener-bener plus. Mereka di ajak melewati pinggiran sawah yang menghampar luas seolah membelah gunung. Keempat cewek centil itu tersenyum-senyum kegirangan karena merasa hawa sumpek sejak di perjalanan tadi sudah dapat terobati karena naik ojek plus itu.
Tiba di Blok QQ, keempat cewek centil itu langsung membayar upah sewa ojek plus mereka. "Berapa, Bang?" Tanya Cita selaku bendahara dadakan. "Dua puluh ribu, Neng." jawab si tukang ojek dengan semangat. "Yah, mahal amat, Bang. Kurangin dong?" pinta Cita sambil memelas. "Wah, biasanya malah tujuh ribu satu orang. Ini mah karena Neng-Neng tamu special jadi di kasih murah," diplomasi si tukang ojek. Akhirnya dengan rela Cita ngeluarin duit dua puluh ribuan dari tas ranselnya dan langsung dikasih ke tukang ojek plus itu. "Ma kasih, Neng" ucap tukang ojek. "Sama-sama, Bang" bales Cita.
"Eeemmm, Neng.. Nanti pulangnya mau dijemput pakai ojek ini lagi, gak? Kalo mau kami kasih nomor HP kami nih?" tawar si tukang ojek yang lain. "Gak usah, Bang. Biar nanti kami cari aja pas pulang, lagian kami belum tau pulang lagi kapan," balas Cita dengan santun demi menjaga harga dirinya dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab karena memanfaatkan nomor HP-nya untuk tindakan kriminal. Tuang-tukang ojek itu pun langsung pamit dan pergi kembali ke pangkalan mereka….

Jingga mulai menutupi sore. Keempat cewek centil baru saja menemukan PT. Intrafood Jababeka tempat mereka akan menimba ilmu dan mengharap nilai terbaik. Untuk sementara mereka tinggal di kosan yang ditunjuk oleh perusahaan. Perwakilan dari perusahaan langsung mengantar mereka ke kosan yang ditunjuk untuk istirahat sebelum besok observasi lingkungan perusahaan. Tiba di kosan itu, tubuh Fina langsung bergidig, dan wajah ketiga cewek lainnya berubah setelah melihat keadaan kosan yang sebenarnya bisa dikatakan bukan kosan, tapi gudang untuk menaruh sisa-sisa produk bahan-bahan produksi yang sudah kadaluarsa. Dengan pasrah mereka masuk dan tinggal sementara di tempat asing itu. Perwakilan dari perusahaan pun langsung pamit dan kembali ke rumahnya.
"Da, kita cari kosan lain, yuk.." rayu Wardah ke Ida. "Uaahhhh… tolong….." jerit Fina. "Ada apa, sih..?" wajah panik ketiga cewek lainnya mendekat ke Fina. "Itu… kecoak banyak banget.." Keempat cewek centil itu pun langsung teriak dan menjerit bersama. "Uuuaaahhhh…… Mamaaaaahhh….. Papaaaaaa……. Nyaaakkkk…… Uuuueeehhhhkkkk…" keempatnya tak sadarkan diri sampai seeekor tikus sawah membangunkan mereka. "Uuuaaahhhh….. toloooong….. ada tikus…." Akhirnya keempat cewek centil itu sadar lagi dan mengambil sapu, kayu, taplak meja, bahkan si Fina yang badannya besar tapi sama tikus aja takut langsung ngankat meja dan di usirnya tuh semua makhluk pengerat yang sejak tadi menggoda mereka. Si tikus yang kaget melihat monster mengangkat meja langsung lari terbirit-birit masuk kembali ke lubang-lubang persembunyian mereka. "Wuihh… hebat lho, Fin. Gak sia-sia doyan makan," puji Ida. "Iya, gak Cuma gede badan doang," sahut Cita. "Tapi,sayag, berani sama tikus tapi takut sama kecoak," celetuk Wardah. "Apa loe bilang?" bales Fina sambil mengangkat meja kembali dan mngarahkannya ke Wardah. "Eeehh… ngg… nggak.kok… Fina hebat," rayu Wardah karena takut di lempar pake meja. Keempat cewek itu langsung beres-beres dan mempersiapkan rencana observasi esok hari….

Hari pertama observasi di mulai. Keempat cewek centil itu bergerak menuju Kantor. PT. Intrafood Jababeka. Baru sekali masuk, mata-mata iseng karyawan laki-laki PT ini langsung menggona keempat cewek centil itu. "Ehh.. ada cewek-cewek cantik," celetuk salah satu karyawan laki-laki yang lagi bungkusin kerupuk. Karena saking asyiknya mandangin ‘empat makhluk halus’ dia lupa kalo kerupuk yang dibungkusnya bukan masuk ke plastik tapi malah masuk ke kaos kakinya yang dia simpan di bawah meja. "Sukur, loe. Dasar mata jelalatan" celetuk Cita. Si laki-laki pembungkus kerupuk itu langsung merah wajahnya karena diketawain temen-temennya.
Keempat cewek centil ini langsung ditemukan dengan seorang perempuan yang katanya manager di sana. Katanya juga sih, manager ini jutek dan gak tanggung-tanggung kalo marahin orang. Kalo ada yang berbuat salah atau berani menantang, seratus persen bakal kena damprat dan langsung dimasukkan ke dalam mesin penggiling beras olehnya. Ihh… killer abis.
Keempat cewek centil dikenalkan dengan berbagai produk dan bahan pembuatnya. Juga dikenalkan bagaimana cara menggunakan peralatan-peralatan yang baik dan semestinya. Keempat cewek centil itu akhirnya merasa kecapekan juga diajak keliling kantor perusahaaan sambil mengingat-ngingat nama produk, barang dan cara menggunakan peralatan yang lumayan rumit.
Selesai observasi, mereka berempat kembali ke kosan yang ditunjuk perusahaan untuk istirahat sambil beres-beres barang bawaaan mereka untuk pindah ke kosan baru yang lebih PeWe dan manusiawi.
"Ihh… amit-amit, deh gue tinggal di tempat kayak gini lagi," tegas Fina.
"Iya, kalo gak karena terpaksa Gue juga males," bales Cita.
"He eh, jorok abis nih tempat," ikut Ida.
"Kalo gue nalah seneng di sisni karena bisa liat atraksi sirkus ngangkat meja," ledek Wardah. Muka Fina langsung merah, dan seketika atraksi angkat meja kembali terulang. Kali ini mangsanya Wardah. Wardah langsung ambil langkah seribu menghindar dari terkaman raksasa penguasa kos perusahaan. Cita dan Ida Cuma tertawa geli melihat dua tikus imut berkejaran mengelilinginya.

- Cerita ini Cuma ilusi…. biar lebih keki….. asal gak bau terasi -
Selamat ber-PKL ria, kawan2 (Herwin)