Kemarin, tepatnya Kamis, 14 Mei 2009, Konferensi Kelautan Tingkat Dunia di buka Oleh Presiden RI -SBY- di Manado. Pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan menteri kelautan dan perwakilan lembaga pariwisata dari kurang lebih 150 negara ini akan membahas perubahan iklim yang ikut mempengaruhi ekosistem maritim juga membahas pelestarian terumbu karang yang akhir. Semua berkumpul seolah ikut perhatian dengan kondisi Iklim yang sekarang mengalami perubahan drastis.
Bagi Indonesia, mungkin acara ini hanya sekedar pemanis dan cari muka dihadapan pergaulan dunia. Sejak kapan Indonesia peduli dengan kondisi maritim dan pelestarian terumbu karang yang tersebar di pelosok negeri Bahari ini? Jangankan memeperhatikan kondisi Maritim dan perubahan terumbu karang, memperhatikan nelayan tradisional yang notabene banyak mempengaruhi ekonomi di sektor riil, pemerintah seakan b\membungkam mulut dan tak mau tahu. Maka tidak heran bila luas batas lautan dan kepulauan NKRI seiring beranjaknya waktu bak negeri yang tak memiliki tuan empunya.
Tak terdengar dan tak terlihat, seberapa besar perhatian pemerintah untuk melibatkan nelayan tradisional dalam WOC kali ini. Jika boleh mengeluh, sebenarnya nelayan tradisionallah yang mengalami stag mental atas perubahan iklim di dunia ini. Sebab di sanalah ujung tombak pendapatan mereka. Tetapi ironis, pemain utama dalam 'ceita misteri' ini tidak dilibatkan. Jangan bicara soal bagaimana mereka harus bertaruh prediksi atas kondisi alam yang tidak menentu saat ini. Memikirkan bagaimana untuk mendapatkan bahan bakar yang murah untuk melaut saja harus bergelut dengan asa dan rongrongan isi kantong tipis mereka.
Lantas akankah WOC 2009 ini benar-benar memberikan solusi bagi nelayan tradisional atas kegundahan hati mereka. Atau hanya sekedar pemanis bibir dan tak menghasilkan kebijakan yang tegas atas oknum-oknum yang selama ini mengambil keuntungan pribadi dari terumbu-terumbu karang dan penjualan pulau-pulau kebanggaan NKRI. |
15 Mei 2009
World Ocean Conference 2009; Bukan untuk Nelayan Tradisional
11 Mei 2009
Satu Ladang Satu Harapan
Di atas sana Di awang-awang kegundahan mentari DI balik terpaan awan siang yang menyengat Satu langkah lunglai Namun pasti menapaki beribu langkah Dia terlihat lunglai Mungkin memang senja memasaknya Sedikit berbaring ia menghilangkan peluhnya Satu ulir rumput ia masukkan di ujung mulutnya Entah karena lapar dan haus Atau memang tak ada teman untuk mnegisi sisa-sisa hari Buratan garis di wajahnya memastikan dia tersesat Tersesat jauh karena hampa dan rindu Siapa peduli Siapa terpana Siapa menaruh iba Hanya angin sore dan sisa sinar senja Menaruh iba dari balik bukit Satu ratapn terlihat dari ujung mata sayunya Satu celoteh tampak dari daun telinganya Satu perasaan duduk di tengah mulutnya Mungkin ungkapan itu Yang mampu menemani kesendiriannya Dia tetap tersenyum Senyumnya memang sendu Bila memang hanya senyum yang membuatnya cerah Mungkin secerah itulah ia memandang Hasil kekayaan hamparan ladang yang luas Yang ia sisakan untuk ank cucunya |
10 Mei 2009
Senja Itu Menghilang di Situ Gintung
Dulu burung-burung sore menghibur kami... dulu ikan-ikan kecil menghibur kami sambil melompat ke udara menghirup udara lepas.... dulu angin lembut membelai kulit-kulit kami yang gersang terjilat mattahai... dudlu kami asyik becanda dan beseluh kesah dalam damai dan liukan kejaran air yang enggan menepi... dulu kami mengejar layang-layang dan mandi melompat terjun dan membentangkan tang seluas kami memamndang... Tapi kini...itu semua hanya khayalan kami yang porak poran da atas keserakahan pengusaha perumahan dan anjing-anjing kelurahan yang sengaja mengeluarkan IMB tanpa aturan dan memang melanggar aturan.. Dan.. kini SITU GINTUNG kami hanya senonggok perahu besar yang ksong tanpa isi dan terseok untuk melangkah dan mengejar asa, menghibur dan membimbing kami akan sikap peduli atas anugerah Ilahi atas alam yang telah dilimpahkan pada kami.. Kutunggu ka wahai para pembual yang kongkalikong dengan mereka-kereka yang saat ini mengambil cita dan harapan akami atas keteduhan DAnau kami.... Kami akan selalu ingat wajah kalian yang terus merampasa danu kami demi rupiah yang akan hilang diterpa masa..... KAmi akan selalu ingat... dan akan kami ingat..... dan ingatan kami tak kan lepas dari pekerjaan jijik kamila yang kalian wariskan pada darah daging kalian... |
Simsalabim.....
Seminggu, sebelum Ujian Nasional di mulai.... semua sekolah berbenah.. berbenah bukan karena kesadaran penuh untuk menanamkan kedisiplinan untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah. Tapi hanya sekedar mengusir rasa 'tidak enak' bila sekolah tak sedap dipandang oleh mata si pengawas uhian dari sekolah lain.. Itu yang terlihat di sekolah-sekolah wilayah Ciputat pekan lalu. Tak tanggung-tanggung semua siswa dikerahkan untuk membantu dalam pengecatan tembok sekolah.. yang lebih ngenes lagi, mereka dimintai iuran untuk membeli cat itu. Dengan dalih "gotong royong" si siswa hanya bisa nerima dengan tenggorokan yang agak kelu. Gotong royong beginikah yang terjadi dalam dunia pendidikan kita? Dan gotong royong pun berlanjut dalam "upacara suci" yang digelar sejak hari kemarin.. Setiap sekolah berusaha memberi pelyanan yang terbaik untuk makhluk2 pengawas dari sekolah lain. Mereka bilang itu sebagai sikap loyalitas tehadap tamu. Padaal, dalam kesehariannya, sekolah tidak memberikan pelayanan yang terbaik pada masing-masing guru yang memang mereka mengabdikan ilmunya pada sekolah itu, meski berpuluh tahun mereka bersimbah luka dan ar mata. Tak jarang pula makhluk2 pengawas dari luar sekolah tersebut diberi unag transport... Apa lagi ini? Seolah budaya kongkalikong yang berujung pada budaya korup di negeri ini memang sudah diajarkan dalam dunia pendidikan. Satu hal lain yang lebih ironis..... beberapa sekolah membuat kesepakatan untuk tidak tegas dalam mengawas peserta ui\jian, mereka bilang agar anak-anak didik mereka lebih tenang dalam ujian.. Wooww... apa benar ini memang keadaan di negeri kita? Kadang soal ujian bocor bukan karena musim hujan yang menggerus, tapi memang di dukung oleh si buaya-buaya kerdil yang takut sekolah mereka tercoreng bila anak-anak didik mereka tak lulus. RAsanya tim sukses bukan saja ada dalam pemilu, tapi memang masuk dalam setiap lini kehidupan negeri ini. Dan sepertnya seberapapun besar anggaran pendidikan di negeri ini, tidak akan mampu merubah sikap acuh dan mental budak penduduk negeri ini tak akan hengkang. Dan rasanya, anak cucu kita akan tetap mewarisi budaya ini... Dan inilah kegagalan dunia pendidikan kita dalam membangun generasi berpotensi... Dan kini aku hanya cukup tahu.. Inilah wajah negeriku. |
Saat PDIP Bertekuk Lutut di Hadapan DEMOKRAT
|
Langganan:
Postingan (Atom)