Di atas sana Di awang-awang kegundahan mentari DI balik terpaan awan siang yang menyengat Satu langkah lunglai Namun pasti menapaki beribu langkah Dia terlihat lunglai Mungkin memang senja memasaknya Sedikit berbaring ia menghilangkan peluhnya Satu ulir rumput ia masukkan di ujung mulutnya Entah karena lapar dan haus Atau memang tak ada teman untuk mnegisi sisa-sisa hari Buratan garis di wajahnya memastikan dia tersesat Tersesat jauh karena hampa dan rindu Siapa peduli Siapa terpana Siapa menaruh iba Hanya angin sore dan sisa sinar senja Menaruh iba dari balik bukit Satu ratapn terlihat dari ujung mata sayunya Satu celoteh tampak dari daun telinganya Satu perasaan duduk di tengah mulutnya Mungkin ungkapan itu Yang mampu menemani kesendiriannya Dia tetap tersenyum Senyumnya memang sendu Bila memang hanya senyum yang membuatnya cerah Mungkin secerah itulah ia memandang Hasil kekayaan hamparan ladang yang luas Yang ia sisakan untuk ank cucunya |