11 Mei 2009

Satu Ladang Satu Harapan

Di atas sana
Di awang-awang kegundahan mentari
DI balik terpaan awan siang yang menyengat
 
Satu langkah lunglai
Namun pasti menapaki beribu langkah
 
Dia terlihat lunglai
Mungkin memang senja memasaknya
 
Sedikit berbaring ia menghilangkan peluhnya
Satu ulir rumput ia masukkan di ujung mulutnya
Entah karena lapar dan haus
Atau memang tak ada teman untuk mnegisi sisa-sisa hari
 
Buratan garis di wajahnya memastikan dia tersesat
Tersesat jauh karena hampa dan rindu
 
Siapa peduli
Siapa terpana
Siapa menaruh iba
 
Hanya angin sore dan sisa sinar senja
Menaruh iba dari balik bukit
 
Satu ratapn terlihat dari ujung mata sayunya
Satu celoteh tampak dari daun telinganya
Satu perasaan duduk di tengah mulutnya
 
Mungkin ungkapan itu
Yang mampu menemani kesendiriannya
 
Dia tetap tersenyum
Senyumnya memang sendu
Bila memang hanya senyum yang membuatnya cerah
Mungkin secerah itulah ia memandang
Hasil kekayaan hamparan ladang yang luas
Yang ia sisakan untuk ank cucunya