10 Mei 2009

Saat PDIP Bertekuk Lutut di Hadapan DEMOKRAT



Ketetapan KPU pusat atas hasil suara pemilu legislatif 9 April 2009 lalu nampknya membuat peta politik Indonesia kian beranjak terseok. Terseok karena partai yang tidak disadari mampu memenangkan pemilu 2009 mengungguli 2 partai yang selama ini menganggap dirinya besar. GOLKAR dan PDIP hanya mendulang 14 persen suara jauh 6 persen di bawah Demokrat.
        PDIP yang sejak kalah dalam pemilu 2004 lalu terus menyerang dan mengkritik DEMOKRAT, sekarang bak seekor anjing yang memakan muntahnya sendiri. Entah karena takut tragedi kekalahan 2004 terulang atau memang basis massa yang mereka miliki sudah luntur diterjang kebijakan dan figur dalam partai yang tidak progresif. PDIP kini mencoba untuk berdekatan dengan DEMOKRAT, mungkin memang karena takut tidak mendapatkan kue kekuasaan kembali pada pilpres 2009. Tak heran bila koalisi dengan GOLKAR, HANURA dan GERINDRA terlihat stag dalam menentukan pasangan yang mampu menandingi SBY. GOLKAR pun yang sudah tidak berdekatan lagi dengan DEMOKRAT seakan tak mau ketinggalan mencari muka dihadapan partai-partai lain, meski sebenarnya kondisi dalam partai ini pun terjadi perbedaan pandangan dalam mengusung Calon presiden mereka.
        Sangat Ironis bila partai yang selama ini selalu mengkritik dan mengolok-olok kebijakan pemerintahan SBY, ternyata malah mengaku kalah dan bertekuk lutut sebelum kompetisi RI 1 di mulai. Terlihat jelas ketakutan PDIP yang sedang dalam posisi di ujung tanduk kelesuan para pendukungnya. PDIP seakan tak memiliki gairah lagi dalam berpolitik di negeri ini, terlebih ketika bimbang dalam menentukan koalosi. Dengan enteng PDIP menyatakan bahwa statement yang diluncurkan beberapa bulan lalu terhadap kebijakan Pemerintahan SBY sebaiknya dijadikan cerita masa lalu. Tidak menutup kemungkinan bahwa PDIP dan GOLKAR hanya akan menjadi partai slogan dan isu yang tak menarik untuk dilihat.
       Mengakui kekurangan dalam berpolitik itu wajar. Namun, bertekuk lutut setelah melihat penurunan suara dan setelah mengkritik habis-habisan pemerintahan SBY jelas hanya menunjukkan bahwa PDIP tak lebih dari sekedar partai gerbang lokomotif yang hanya menjadi "domba sesat' untuk kebijakan pragmatis.