16 April 2010

Jangan Kau Tanya Lagi!

Malam makin larut. Seorang ibu masih duduk setia di samping anaknya yang mulai menginjak usia dewasa. Dipandangi wajah anaknya seraya membelai kepala anak itu penuh kasih.
“Kamu sudah dewasa, Nak” ucap ibunya santu.
“Iya, Bunda. Terima kasih Bunda telah mengasihi saya sejak kecil,” balas anaknya.
“Tak perlu kamu megucapkan itu, anakku. Itu sudah menjadi tanggung jawab seorang bunda”
“Tapi, Aku belum bisa membalas kasih sayang Bunda,” sambut anak itu sambil membaringkan kepala di pundak ibunya.
“Bunda hanya ingin mulai saat ini kamu bersedia memakai jilbab setiap kamu keluar rumah anakku. Kamu sudah dewasa,” pinta ibunya.”
“Aku tidak mau, Bunda. Aku malu dengan teman-teman dan orang-orang di sekitarku.”
“Kenapa harus malu anakku? Katanya kamu ingin membahagiakan Bunda?”
“Pokoknya, Aku tidak mau,” anak itu meninggalkan ibunya seraya menangis. Ibunya hanya menunduk pasrah.

***

“Bu Ustadzah, Saya bingung dengan sikap anak saya,” tanya ibu dari anak itu kepada seorang Ustadzah yang baru dikenalnya.
“Saya ingin anak saya memakai jilbab, karena dia sudah dewasa. Tapi, keika saya perintah dia untuk pakai jilbab, dia malah tidak mau.”
“Sebaiknya ibu beri tahu lebih sabar lagi. Katakan bahwa menutup aurat itu wajib bagi anak yang sudah dewasa,” jawab Ustadzah penuh perhatian
“Anak saya belum bisa menerima ujaran saya sejak saya ungkapkan hal itu padanya,” cerita sang ibu ingin mendapat tausiyah. Sang ibu mulai meneteskan air mata. Melihat orang yang baru dikenalnya seperti itu, Ustadzah merasa iba dan ingin memberikan perhatian yang lebih bermanfaat.
“Kalau begitu, sudilah ibu mengajak anak ibu ke rumah saya. Mungkin saya bisa memberikan masukan yang dapat membuat anak ibu lebih terbuka,” saran Ustadzah.
“Baiklah, Ustadzah,” tanggap sang ibu.
“Nih, kartu nama saya. Saya tunggu besok jam lima sore, ya!”

***

Sore menunjukkan pukul tujuh belas. Ustadzah duduk di ruang tamu rumahnya sambil membaca-baca buku tentang mendidik anak. Sejak satu jam lalu dia membuka-buka halaman buku itu. Ustadzah tak ingin mengecewakan sang ibu yang baru dikenalnya. Saat konsentrasinya membaca-baca buku di hadapannya mulai terasa, bel pintu rumahnya berbunyi.
“Assalamu alaikum, Bu Ustadzah,” ucap sang ibu di dampingi anaknya ketika Ustadzah membukakan pintu untuk mereka.
“Maafkan kami bila terlambat, Bu Ustadzah,” ulas sang ibu sambil memandang anaknya.
“Wa alaikum salam. Ahh, tidak apa-apa, Bu. Lho, mana anak ibu yang kemarin ibu ceritakan pada saya itu?” tanya Bu Ustadzah santun.
“Ini anak saya yang saya ceritakan kemarin, Bu Ustadzah,”jawab sang ibu sambil membelai kepala seorang anak lelaki lugu yang beranjak dewasa.
Sambil Beristighfar, Bu Ustadzah menutup kembali pintu rumahnya dan masuk ke dalam tanpa pamit pada sang ibu dan anak lelakinya. Sang ibu dan anak lelakinyanya saling berpandangan.heran.



Cirendeu, 17 Maret 2010, ba’da maghrib