09 Juni 2009

Bukan Sembarang Cincin

Siapa yang tidak suka bila diberi hadiah cincin? Apalagi kalu cincin itu cincin emas. Jelas sebuah anugerah yang luar biasa mendapatkan cincin emas gratis tanpa mengeluarkan uang sepeserpun.

Lagi-lagi dramatisme yang akan dipertontonkan oleh wakil rakyat di Istana DPR Senayan. Dengan dalih penghargaan atas kinerja dan pelayanan pada masyarakat selama 5 tahun sejak 2004, mereka sepakat untuk memberi souvenir akhir jabatan berupa cincin emas kepada masing-masing anggota dewan sebesar sepuluh gram. Hhhuwaaw… hebat sekali. Ternyata belum kurang juga setelah dramatisme yang mereka gelontarkan setahun yang lalu tentang renovasi rumah dinas yang menghabiskan anggaran negara puluhan rupaih.

Yang lebih hebatnya, anggaran yang bakal mereka keluarkan untuk cincin emas ini sekitar lima miliyar rupiah. Siapa yang tak heran dan bertanya, memang apa yang telah mereka kerjakan selama lima tahun duduk di kursi empuk itu? Benarkan mereka telah memperjuangkan aspirasi rakyat? Kalau ia, aspirasi rakyat mana yang mereka perjuangkan. Ratusan rancangan undang-undang masih berserakan, terlebih rancangan undang-undang anti korupsi yang tak kunjung usai.

Tak ingatkah mereka bagaimana kasus lumpur lapindo menyisakkan kesengsaraan yang menghujam dalam kemiskinan dan kesengsaraan bagi masyarakat yang merasakan? Atau mereka tak bicara sedikitpun tentang pertahanan NKRI dan pulau-pulau Indonesia yang terancam punah karena beralih status menjadi milik Negara lain?

Bila mereka berdalih bahwa souvenir cincin emas yang akan diberikan adalah kewajaran atas kinerja mereka selama lima tahun. Maka kita sebagai masyarakat juga wajar bila mempertanyakan "Tidak puaskah mereka mendapatkan imbalan dan tunjangan di atas kesengsaraan dan peluh darah dan air mata masyarakat Indonesia?"

Memang cincin adalah benda biasa. Tapi bukan sembarang cincin bila itu dikhususkan bagi mereka dengan dalih penghargaan atas prestasi kinerja mereka di sana